Sabtu, 26 Januari 2013

Cerita Horror6


School Ghost part6
Karya  : Muhammad Al-faruq Habiburrahman
“Kalian sepertinya asik sendiri apakah kalian menemukan sesuatu yang menarik?” kata Zaki sang ketua kelas.
“Oh iya, kami berbicara dengan seseorang yang bernama Anida tadi.” Jawab Nia.
“Seseorang?” kata Zaki agak bingung.
“Ya, tadi ada seorang gadis yang rambutnya dikuncir dua.” Kata Fita sambil menggenggamkan tangannya di samping kedua telinganya.
“Aku tidak melihatnya. Aku hanya melihat kalian berdua sedang berbicara berdua sambil melihat tembok di depan kalian.” Kata Azka.
“Tadi kami bertiga kok.” Kata Nia membantah.
“Iya, tadi kami bersama gadis yang rambutnya dikuncir dua.” Tambah Fita.
“Faktanya kami tidak melihat apapun yang bersama kalian.” Kata Azka lagi.
“Mungkin kalian melihatnya setelah gadis itu pergi.” Kata Nia masih tak percaya kalau yang tadi bersamanya itu tidak terlihat oleh Azka dan kawan-kawan.
“Memangnya kau piker lorong ini sependek apa? Dari ujung sana hingga ke sini butuh waktu yang agak lama.” Kata Faruq.
“Sejak tadi kami hanya melihat kalian berbicara berdua.” Tambah Zaki.
“Eh, lalu…” kata Nia sambil menatap Fita.
“Jangan-jangan Anida itu…” kata Fita.
“Hantu!” teriak Fita dan Nia bersamaan.
“Sudah! Hah, kalian memang berisik. Yang penting apa yang yang dilakukannya disini?” kata Faruq.
“Katanya ia sedang menuggu seseorang yang biasa lewat sini. Ia juga bilang kalau ia sangat menyukai orang itu.” Jelas Nia.
“Hmm, sekarang aku berdo’a agar orang yang dimaksud itu bukan aku.” Kata Azka.
“Itu tidak mungkin, aku sudah bilang bukan kalau Anida itu seorang perempuan. Mana mungkin ia menyukaimu?” kata Fita.
“Siapa tahu…” kata Azka watados.
“Hmm, aku dengar kisah seorang kelas VIII A yang meninggal sebelum sempat menyatakan rasa sukanya kepada orang yang ia sukai.” Kata Faruq.
“Mungkinkah itu dia?” tanya Azka.
“Aku ingin bertanya, apakah warna rambutnya itu pirang?” tanya Zaki.
“Bagaimana kau tahu kalau rambutnya itu berwarna pirang?” kata Nia balik bertanya.
“Aku melihat album foto yang berisi foto-foto para alumni,” kata Zaki.
“Angkatan berapa album itu?” tanya Nia. Fita sedang terdiam, ia sedang memikirkan sesuatu.
“Dia angkatan nomor 16, sedangkan kita angkatan 21. Mungkin dia menyukai teman seangkatannya. Harusnya ada nomor teleponnya di buku kenangan alumni.” Kata Zaki.
“Satu masalah, siapa orang yang dimaksud itu?” tanya Faruq tiba-tiba.
“Berpikir keras selalu membuatklu lapar. Apa ada yang membawa makanan?” tanya Fita sambil memegangi perutnya yang sudah berbunyi, tanda minta diisi perutnya.
“Mungkin kau ada benarnya. Aku tidak membawa bekal makanan.” Kata Zaki ikutan lapar.
“Jika kalian semua lapar, aku punya ide.” Kata Faruq.
“Apa?” kata Azka, Nia, Fia dan Zaki secara bersamaan.
“Diantara kita berlima, rumahkulah yang paling dekat dari sini. Jadi, tunggu apa lagi? Ayo kita ke rumahku.” Kata Faruq sambil beranjak pergi.
“Kami ikut!” kata Azka, Fita, Nia, dan Zaki secara bersamaan lagi. Merekapun pergi ke rumah Faruq. Rumahnya dekat dari sekolah. Dapat ditempuh dengan berjalan kaki.
Sesampainya di rumah Faruq, mereka langsung masuk ke dalam kamarnya Faruq sambil menuggu makanan.
“Bu, tolong bawakan makanannya ke kamar ya!” kata Faruq sedikit keras.
“Siap, berapa orang? Satu… dua… tiga…” kata ibunya Faruq yang baik hati. Beberapa menit kemudian makanan siap untuk dimakan. Tapi ada sesuatu yang janggal.
“Bu, kok ada enam, kita kan hanya berlima?” tanya Faruq setelah hidangan siap untuk disantap.
“Apa ibu mau ikut makan bersama kami?” tanya Azka.
“Eh, tadi ada enam kok. Ada seseorang yang rambutnya dikuncir dua. Apa dia sudah pulang?” kata ibunya Faruq sambil menghitung kembali jumlah anak-anak yang berkunjung ke rumahnya. Faruq dan kawan-kawan pun terkejut mendengar jawaban ibunya Faruq.
“Mungkin hanya salah lihat.” Tambah ibu Faruq.
“Kata semua anak-anak yang ada di kamar Faruq saat itu.

Bersambung minggu depan...


Tidak ada komentar:

Posting Komentar