Kamis, 04 Oktober 2012

dari admin

Maaf nih sudah lama gak ngepost entri baru, karena admin sedang sibuk mengerjakan ulangan. Silakan dinikmati cerita barunya.

New Story


Harapanku Didalam Sebuah Note
By: Muhammad Al-Faruq Habiburrahman
Siang itu di sekolah sangat sepi, sebagian orang memilih untuk tetap berada dalam kelas. Sebagian yang lain duduk duduk memikirkan sesuatu di taman sekolah. Mereka semua berkabung atas kepergian seseorang yang sangat penting bagi mereka. Bagi mereka, ia sudah seperti bagian dari keluarga mereka. Itulah mengapa sekolah begitu sepi dan sunyi.
Aku pergi ke kantin seperti biasa,tidak seperti siswa lain yang kebanyakan merenung saja. Bagi kami yang merupakan siswa baru dan tidak terlalu mengenal orang yang baru saja meninggalkan sekolah ini kebanyakan melakukan aktivitas seperti biasa. Kami menganggap peristiwa itu seperti angin yang baru saja lewat.
“Kam kenapa sih, Cuma gara gara orang satu meninggal saja sampai semuanya sedih begini. Jadi aneh rasanya gitu,” kataku pada teman baikku Hakam.
“Gak tau tuh, mungkin yang meninggal tuh temen baik mereka semua jadinya pada sedih deh. Cobain aja kalau aku meninggal kamu pasti nangisin aku.” Kata Hakam dengan wajah polos.
“Ngapain saya nangisin kamu, mending saya pulang aja ke rumah biarin kamu sendiri,” jawabku sama ngaconya. Kamipun tertawa bersama sambil memakan jajanan yang baru saja kami beli. Tak lama setelah kami selesai makan jajanan, bel berbunyi. Anehnya bel hari ini lebih heboh dari bel biasanya. Seperti ada speaker di mana mana, yang membuat suaranya sangat keras didengar.
“Yuk masuk, sekarang pelajaran biologi. Kalau telat bias dimarahin sama pak Doni!” kata Hakam sambil menarik tanganku dan berjalan menuju kelas.
“Duluan aja, aku masih mau beli sesuatu dulu.” Jawabku sambil menarik kembali tanganku.
“Ya sudah, jangan lama lama! Aku tunggu di tangga.” Kata Hakam sambil tersenyum kepadaku.
Aku masuk ke dalam kantin dan segera mencari yang selalu aku beli, bias dibilang nyaris setiap hari aku membelinya. Aku mencari benda manis rasa mint licorice extra strong itu di antara deretan permen. Aku tak butuh waktu yang lama untuk mencarinya. Benda itu selalu berada disana. Di pojok kiri tengah, tepatnya baris kedua setelah deretan coki coki. Aku menunjukan permen bertuliskan hexos itu kepada penjaga kasir. Aku menunggu beberapa saat hingga ia mengatakan harga Rp. 1500,- akupu memberinya sesuai harga. Uang pas lebih baik. Meskipun aku sudah tahu harganya tapi aku selalu menunggu hingga penjaga kasir mangatakan Rp. 1500,- bagiku itu suatu kebiasaan. Aku tak mau Hakam menungguku terlalu lama, jadinya aku berlali menaiki tangga menuju lantai empat gedung ibnu rusyd. Meskipun tangganya luas dan lebar juga tak terlalu curam tetapi tangga disini sangat rawan kecelakaan. Ketika aku menaiki tangga aku selalu berharap agar tidak terjadi apapun kepadaku.
Aku berlari menaiki tangga secepat yang aku bisa. Tetapi tiba tiba ada seorang siswa yang tanpa sengaja mendorongku hingga aku keluar dari tangga. Itu hampir lima meter jarak dari tangga hingga lantai. Aku terjatuh dari tangga dan menabrak lantai dengan keras. Aku mendengar teriakan para siswi dan siswa. Aku juga mendengar langkah seseorang mendekatiku, aku juga mendengar teriakan Hakam dari lantai atas, lumuran darah mengalir ke tanganku, sangat banyak. Setelah itu aku tidak melihat apapun lagi, semuanya gelap.
Aku terbangun di tempat yang kurasa tidak terlalu asing, aku juga merasakan tanganku hangat. Aku melihat sekitar, tidak bisa! Leherku kaku. Aku mencoba memutar badanku, tetap tidak bisa. Ini seperti aku lumpuh total dan tidak bisa apa apa. Bahkan untuk mengangkat satu jaripun aku tak mampu.
“Habib? Kamu sudah bangun?” aku mendengar suara yang familiar di telingaku, tapi itu samar samar.
“Kau bisa dengar aku kawan? Ini aku, kau ingat aku bukan? Aku teman baikmu bukan?” Hakam! Aku sangat yakin ini suara Hakam. Suaranya terdengar parau, seperti ia akan menangis.
“Jangan bercanda! Ini bukan lelucon, kalau kau bisa mendengarku jawablah!” kata Hakam dengan sedikit tawa dan nada yang tinggi.
“Hmm, aau iisa mendenar u (aku bisa mendengarmu)” lidahku kelu, aku tidak bisa bicara! Walaupun bisa aku hanya bisa mengatakan huruf huruf vocal, sepertinya.
“Habib! Kau sudah sadar bukan? Kau terjatuh dari tangga ingat? Seperti biasa kau sangat ceroboh” suara Hakam benar benar terdengar parau, ia akan menangis!
“aau iak aa aa, janan enais oi! (aku tidak apa apa, jangan menangis oi!)” kataku dengan sekuat tenagaku agar terdengar normal, tetapi tetap masih aneh. Aku hanya tidak ingin dikhawatirkan terutama oleh Hakam.
“Jangan memaksakan diri, kata dokter kau terkena stroke berat dan itu sepertinya betul. Katanya juga kau terkena amnesia ringan yang membuatkau sulit mengingat sesuatu tetapi sepertinya itu salah. Kau memang ceroboh, itu nyaris lima meter kawan.” Hakam mulai tersenyum. Aku juga mencoba tersenyum.
Aku sepertinya harus bersyukur. Yaa, setidaknya aku masih hidup dan dapat bernafas. Aku masih diberi kesempatan, dan aku ingin ini menjadi kesempata yang kugunakan dengan baik. Aku mencoba mengingat peristiwa itu. Aku ingat samar samar bahwa aku terdorong oleh Ipul. Walau badannya besar sebenarnya ia memiliki hati yang lembut. Namanya Saiful ‘ulum, sebuah nama yang cantik kupikir.
“Kau harus banyak istirahat kawan. Kalau kau takut, aku ada di sini selalu bersamamu kawan.” Hakam menawarkan dirinya untuk menemaniku. Itu benar aku bukan tipe yang pemberani. Bahkan kadang aku tidak berani pergi ke kamar mandi pada malam hari sendirian. Aku tidak enak hati.
“Eelia asi, ak uah. Au aan aik aik aa. (terima kasih, gak usah. Aku akan baik baik saja)” aku masih sulit berbicara.
“Bagaimanapun juga kita itu teman bukan? Teman harus saling membantu ketika dalam kesulitan. Itu katamu waktu itu,” Kata kata Hakam mengingatkanku pada sesuatu.
“Esos! Esosu aa I alam anon au (hexos! Hexosku ada di kantong baju)” kataku, aku ingat kalau waktu itu aku ingin agar Hakam tidak lama menungguku, jadi aku berlari.
“Lupakan hexos, lupakan jatuh dari tangga, lupakan semuanya. Kau harus banyak istirahat, tidak peduli seberapa banyak lukamu, yang penting kau cepat sembuh.” Suara Hakam kembali parau. Aku sedikit terkejut, ia tau maksud dari kata kataku yang tidak jelas.
Aku merasa berdosa pada dia dan diriku sendiri. Aku merasa berdosa karena telah membuat Hakam sangat khawatir, dan aku juga merasa berdosa karena berlari ditangga yang berpegangan rendah. Coba saja waktu dapat diulang.
“Karena kau tidak bisa bicara dengan normal untuk sementara ini aku akan berkomunikasi denganmu dengan cara ini,” kata Hakam sambil menunjukan sebuah notes. Aku hanya diam saja. Kalau bicara saja susah apa lagi menggerakan tangan. Kucoba lagi menggerakan jariku untuk memastikannya. Bisa! Aku bisa menggerakannya, kataku dalam hati.
“Kawan, coba gerakan tanganmu” kata Hakam melihat aku mencoba menggerakan jari. Aku menurut saja. Aku mencoba menggerakan dari telapak tangan, lalu ke siku, lalu aku mencoba menggerkannya hingga pundak. Tidak ada yang gagal, aku bisa menggerakannya. Hakam tersenyum juga melihat aksiku.
Ini sudah malam kataku dalam hati. Aku mencoba menulis itu pada Hakam yang masih tersenyum. Ketika aku ingin menulis Hakam cepat cepat menahan tanganku.
“Iya ini jam 08.00 malam, kau pingsan lama sekali kawan. Aku sampai bosan menungguimu. Yah yang penting kau selamat dan sudah sadar.” Kata Hakam membaca pikiranku ini adalah yang kedua kalinya.
Besoknya aku masih tidak bisa menggerakan seluruh badanku. Aku hanya bisa menggerakan tanganku untuk menulis. Buku note yang diberi Hakam aku isi dengan catatan harianku selama di ruang kesehatan. Juga harapanku saat itu.
Dokter masuk kedalam ruang kesehatan, saat itu Hakam sedang mengikuti kegiatan KBM jadi ia tidak dapat menemaniku. Di ruang kesehatan hanya ada aku saja, selebihnya sudah sembuh dari penyakitnya. Dokter memeriksaku dengan alat alat yang aneh. Ia tampak gelisah dan pucat, seperti orang yang belum sarapan. Setelah selesai ia pergi dan bicara pada suster yang ada disana. Aku mendengar bel berbunyi sama seperti sebelumnya, bergemuruh. Aku merasa pusing, kepalaku sakit sekali, aku pingsan. Untuk yang kedua kalinya.
Aku bangun dalam kondisi badan yang penuh dengan kabel infus, ini di rumah sakit pikirku. Aku berpikir, apakah ini separah itu? Apakah aku akan mati? Aku belum mau mati, aku ingin memperlihatkan aku yang sudah sembuh dan ceria ke Hakam teman baikku. Aku menulis dalam kesedihan, aku belum mau mati, aku ingin melihat Hakam tersenyum karena aku sudah sehat lagi. Aku ingin semuanya kembali seperti semula, aku ingin kembali ke ruang kesehatan dimana Hakam dapat melihatku setiap hari. Aku ingin saat itu terjadi aku sudah sembuh dari lumpuh sementara ini. Aku ingin sehat kembali. Tiba tiba semuanya jadi gelap bagiku, aku tidak merasakan apa apa lagi, aku tidak mendengar apapun lagi, aku pingsan ketiga kalinya.
Aku terbangun di atas kasurku, ini di asrama. Aku mencoba bangun, ringan. Ini seperti tidak terjadi apapun barusan. Padahal aku ingat sekali saat aku di sambungkan banya infus. Mungkinkah aku sudah sembuh dan dibawa kesini? Pikirku. Aku melihat seluruh ruangan, masih sepi. Semuanya masih tidur. Aku lihat Hakam yang saat itu masih terlelap. Ia tampak lebih imut ketika tidur, terlihat seperti sebuah bayi. Aku lihat kejam tanganku, ini masih tanggal 04 Juli serhari setelah aku jatuh dari tangga. Aku tidak tau apa yang terjadi, pokoknya aku sudah sembuh dan dapat bersama sama teman baikku Hakam. Aku tidak peduli dan tidak mau peduli dengan apa yang terjadi.
Aku beraktivitas seperti biasa, anehnya semua orang tidak ada yang tahu peristiwa jatuh dari tangga. Semua orang bilang pada hari itu aku tidak kenapa napa, aku hanya aku yang seperti biasa, kata mereka. Aku kembali menjadi diriku yang dulu sebelum jatuh dari tangga. Anehnya jika aku tidak jatuh dari tangga harusnya aku tidak mempunyai note yang diberi oleh Hakam di ruang kesehatan siswa. Ini benar benar aneh.
“Oi, sepertinya kau sudah sehat kawan! Kau terjatuh dari tangga lantai tiga tetapi kau tidak apa apa. Kau benar benar hebat!” suara yang tidak asing menurutku, Hakam! Dia tau peristiwa itu, bagaimana bisa? Sedangkan yang lain tidak tahu sama sekali, kataku dalam hati.
“Hmm, yah itu sebuah keajaiban yang diberikan kepadaku, terima kasih atas dukungannya.” Sebenarnya aku masih heran kenapa hanya Hakam saja yang masih ingat kejadian itu, aku ingin menanyakannya kepadanya suatu saat nanti. Akupun menigkuti kegiatan KBM tanpa ada yang terasa aneh. Karena menurutku satu satunya yang aneh adalah peristiwa jatuh dari tangga itu.
Tanggal 05 Juli aku pergi bersama Hamka ke sebuah toko besar, disana ada bermacam macam makanan. Aku sangat ingin membeli sebuah gantungan kunci yang lucu, sayang harganya mahal. Akupun memilih untuk tidak membelinya. Seandainya saja aku punya uang lebih untuk membeli gantungan kunci tersebut. Akupun pulang dengan serabi rasa keju ditangan.
Tanggal 06 Juli aku menemukan uang lima puluh ribu rupiah di kamar. Ketika kuumumkan tidak ada yang merasa kehilangan. Akhirnya kata musrif saya untuk saya aja tapi lebih baik kalau diinfaqan. Karena merasa bukan hak saya akhirnya saya menginfaqannya.
Tanggal 07 Juli pagi ini aku terbangun oleh sesuatu yang aneh. Aku dibangunkan oleh Niko temanku untuk pergi kekamar mandi. Karena berdua aku tenang tenang saja. Ketika aku sudah selesai, Niko masih di dalam kamar mandi. Niko bilang kepadaku untuk duluan ke kamar. Ketika sampai kamar aku menemukan Niko yang sedang memakai sarung untuk qiyamullail. Ketika aku bertanya ia tidak tahu. Aku berharap itu bukan sesuatu yang mengincarku. Oh ya, siang ini ketika istirahat aku menemukan uang lima puluh ribu di kantong celanaku. Padahal aku yakin bahwa aku tidak mengambil uang tabungan hari itu, juga aku yakin kalau itu celanaku bukan celana orang nyasar di laundry.
Tanggal 10 Juli aku jatuh sakit hari ini. Sejak pagi kepalaku sakit sekali, aku sudah minum obat untuk menahan rasa nyeri. Tetapi tetap saja rasa nyeri itu masih ada. Sialnya hari ini adalah ulangan untuk penentuan nilai pertama di sekolah ini. Aku harap aku cepat sembuh dan dapat beraktivitas normal. Juga dapat ikut ulangan penentuan nilai pertama.
Hari ini hari kamis tanggal 11 Juli, aku bersiap siap ikut ulangan penentuan nilai pertama susulan yang diadakan saat istirahat. Aku segera memasukan semua perlengkapan ualngan. Meskipun aku tahu ulangannya tidak akan sulit, tetapi semakin banyak membaca semakin baik bukan?
Istirahat pun tiba kami bertiga akan mengikuti ujian susulan. Kami dari kelas 7F adalah Habib, Adam, dan Zaki. Aku mengerjakan soal soal yang diujiankan dengan mudah dan lancar. Memang tidak terlalu sulit, tetapi aku ragu akan dapat nilai sempurna. Yah aku harap aku dapat nilai sempurna.
Selesai ujian sekitar jam 11.30 tepat setengah jam sebelum shalat zhuhur. Aku duduk duduk di pos ronda sambil membaca buku tentang pelajaran. Yah, belkangan ini sering ada kejadian aneh yang menimpaku membuat aku jadi sangat hati hati. Ketika aku akan beranjak menuju ke masjid untuk sekedar tidur tiduran aku melihat Nabila, dan Huzaifah dari kelas 7D. Katanya mereka lumayan pinter juga. Aku berniat membahas soal ulangan susulan yang pastinya sama, kalaupun beda tidak akan berbeda jauh.
“Huzaifah, Nabila!” seruku sambil berjalan menuju Nabila dan Huzaifah.
“Eh, bib gimana ulangannya bisa gak?” kata Huzaifah berbalik menuju ke arahku.
“Kamu tau jawaban nomor 5 gak, kayaknya susah deh.” Kata Nabila ketika aku sudah tiba di dekat mereka.
“Nomor lima? Kalau ini mah gampang tinggal dikeluarkan saja, dan dikali satu per satu. Kalau nomor tiga bisa gak kamu?” kataku sembari menjawab pertanyaan nomor lima.
“ini pake gabungan sama iris. Trus tinggal itung sisanya.” Kata Huzaifah.
“Oh begitu, tumben ya ujian susulan soalnya mudah mudah. Aku harap dapet seratus” kataku penuh harap.
“Amin, do’akan kita juga yaa. Supaya dapet seratus” kata Nabila dan Huzaifah bersamaan.
“ Yuk shalat dulu, biar do’anya dikabulkan” ajak aku. Kamipun pergi ke masjid bersama. Aku sengaja shalat disamping Huzaifah biar bisa sedikit ngobrol saat jeda azan iqomah. Nabila di belakang tempat akhwat. Hakam dari tadi siang belum bertemu, kira kira dimana ya?
Shalat hari ini terasa sangat singkat entah kenapa. Aku mendengar sebuah kabar burung tentang Hakam. Katanya kepalanya terbentur kotak security hingga bocor. Aku mencarinya ke ruang kesehatan. Ketemu! Hakam sedang memegangi kepalanya yang sedikit pusing karena terbentur. Aku tersenyum padanya, iapun membalas senyumanku.
“ Apa itu sakit?” tanyaku dengan nada bercanda.
“Jujur ini lebih baik daripada jatuh dari tangga lantai tiga.” Kata Hakam menggodaku. Dalam hati aku membuat permohonan aga Hakam tidak mendapat cedera ini.
Tanggal 12 Juli aku dibuat terkejut dengan sesuatu yang cukup aneh bagiku. Luka Hakam hilang dalam sekejap. Aku mendapat nilai sempurna untuk ulangan pertama itu, ini benar benar aneh. Seakan akan semua yang aku inginkan menjadi kenyataan.
Pada malam hari suasana asrama menjadi sangat sepi. Aku  tidak bisa tidur, bahkan untuk memejamkan mataku pun aku tak mampu. Aku mencoba sedikit jalan jalan di asramaku. Malam hari terasa berbeda dari malam sebelumnya. Bulan terasa sangat dekat hari ini. Aku duduk duduk di kantor wali asrama yang sudah dimatikan lampunya. Dalam pikiranku tersangkut sebuah hipotesa yang ingin sekali ingin aku ketahui kenyataannya. ‘Kalau aku tidak pernah jatuh dari tangga itu, lalu kenapa note pemberian Hakam masih ada padaku?’ bulan purnama yang indah menemani aku yang sedang berpikir tentang note pemberian Hakam.
Entah kenapa kejadian aneh terus menimpaku, dan karena itu juga teman temanku menjauhiku. Cuma ada beberapa orang yang masih mau berteman denganku dan salah satunya Hakam dan Niko. Aku merasa note itu membuat semua orang tidak bahagia. Aku bertekad dalam hati, ‘aku akan mencari tahu tentang note ini’ walau pun aku masih mengisi baris demi baris dalam note itu.
Tanggal 15 Juli, hari ulang tahun Hakam. Aku memberinya sebuah bola rugby yang sangat bagus. Aku baru membelinya sekitar satu bulan yang lalu. Dia tersenyum sedikit padaku dan berkata “terimakasih.” Hakam berbicara seperti aku ini adalah orang yang aneh, asing, dan tidak mengenalnya. Hakam mulai menjauhiku dari hari ini.
Hari ini hari jum’at, aku punya waktu yang cukup banyak untuk mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi denganku. Aku mulai dari hari pertama aku mendapatkan note ini. Ketika itu aku berada di ruang kesehatan sekolah bersama Hakam. Ia terlihat sangat sedih karena keadaanku. Dia lalu memberiku sebuah note untuk aku berkomunikasi. Menurutku ini sedikit aneh, seharusnya Hakam tau kalau tangan akan lebih lama sembuh dibanding mulutku yang kaku. Kenapa ia malah meberiku note ini? Bukankah ia tau kalau tanganku tak bisa digerakan. Kalaupun waktu itu dapat digerakan sedikit tetapi itu tidak cukup untuk menulis dalam sebuah note.
Lalu hari dimana waktu bagai terulang. Ketika itu aku dibawa kerumah sakit untuk diperiksa. Aku berdo’a dalam hati agar tidak mengalami ini dan itu terjadi. Seakan akan tragedi jatuh itu tak pernah terjadi. Aku seperti orang yang memilih jalan yang lain agar tidak mengalami sesuatu yang akan terjadi jika aku memilih jalan yang satunya. Aku seperti mempunyai dua wujud, dan keduanya saling bertukar peran agar tidak mengalami apa yang harus dialami. Aku teringat sesuatu. Ketika itu sekolah ini sedang bersedih atas kematian seseorang yang sangat berpengaruh disini. Tetapi ketika aku kembali, seakan akan tidak ada yang terjadi. Benar benar tidak ada yang terjadi.
Hari hari dimana keberuntungan mendatangiku. Aku ngeri mengingat pengalamanku bersama Niko. Aku bertanya apakah Niko punya dirinya yang lain, atau semacam cloning? Aku merasa aneh, seakan akan dunia ini sering berganti wajah. Antara wajah tersenyum dan cemberut. Aku semakin bingung.Aku memutuskan ingin menghentikan kejadian aneh ini, sayangnya aku tidak tahu harus bagaimana.
20 Juli semua orang serasa menjauhiku karena sesuatu. Aku benar benar sendiri disini. Aku berharap besok akan menjad hari dimana aku bisa berbicara dengan teman temanku lagi.
“Maaf perasaan dan tekad seseorang tidak bisa kami ubah.” Tiba tiba tulisan aneh muncul dari dalam note pada halaman 34. Fibonacci! Aku tulis sebagai balasan ‘aku tidak meminta untuk membuat mereka mendekatiku, tetapi agar aku bisa bersama mereka lagi.’ Aku tunggu beberapa menit, balasannya muncul. ‘kamu tidak dapat melanggar peraturan yang sudah kami tetapkan. Hukum adalah hukum yang harus ditegakkan. Laut sekali pun tetap mematuhi aturan yang mengharuskan ia berada di tempat awalan.’ Balasan yang aneh, terdengar seperti syair. ‘Hukuman apa yang harus ku terima?’ tanyaku kepada note tersebut. ’waktu telah ditetapkan kehancuran akan terjadi sekali lagi, blackdeath yang kejam bersama gream reaper yang tak punya belas kasihan. Nightmare bersama nightfare akan berkuasa.’ Aku tidak mengerti sama sekali. Apakah ini sejenis mantra atau teka teki? Aku bingung.
Aku menjawab ‘3 tahun 5 bulan 8 minggu 13 hari?’ sesuai deretan angka fibonacci yang berdasarkan nilai terkecil. Jawabannya tak kunjung datang. Aku menunggu sambil berpikir tentang pesan sebelumnya, seperti teka teki yang harus dipecahkan. ‘Pemilik memiliki kekuasaan untuk mengendalikan apapun termasuk waktu kecuali dua hal. Satu tekad seseorang yang kuat. Dua perasaan seseorang lain.’ Bukan jawaban syair atau teka teki, melainkan sebuah aturan main.
Aku urutkan mulai dari pertama yang berisi tentang peraturan dan hukum, kedua terdengar seperti bahaya yang akan menimpa suatu tempat. Pesan ketiga berisi tentang aturan main dalam game ini, kira kira apa maksud dari ketiga pesan itu. Belum tuntas aku berpikir, sudah ada pesan baru yang muncul di note ‘ketika upacara pagi berurutan mulai dari depan akan pingsan karena kelelahan. Let’s play the game, delapan pasukan siap bertempur, enam belas orang maju tanpa gentar. Katakan saja sebuah ‘L’ akan terjadi sesuatu. Yang ini seperti pembukaan.
Pesan pertama, hukum paling dasar yang tidak bisa dilanggar. Itu seperti undang undang dasar. Tetapi tidak ada undang undang yang dapat membuat laut tetap pada tempatnya. Kira kira apa ya?
“Hukum tuhan tidak ada yang dapat merubahnya, bahkan jika ia gunung atau laut sekali pun mencoba melakukannya pasti tidak akan mampu.” Aku mendengar orang berbicara dari belakangku, suara khas yang terdengar merdu. Khansa!
“Eh, hukum tuhan?” tanyaku menanggapi pernyataannya tadi.
“Ya! Sekalipun dia malaikat, dia tidak akan dapat merubahnya.
“Kalau begitu apa arti dari pesan kedua?” tanyaku kepada Khansa yang memang sangat suka dengan sesuatu yang berbau misteri.
“Hmm, seperti ancaman akan peristiwa besar. Sepertinya berhubungan dengan kiamat bagaimana menurutmu?” Jawab Khansa.
“Yah, bagaimana ya? Hmm, sejak kalimat awal temanya tentang kematian. Dan jika digabungkan dengan pesan pertama jadinya hukum tuhan yaitu kematian.” Kataku
“Jika seperti itu maka kalimat ketiga harusnya adalah…” Khansa melihat pesan ketiga dengan seksama.
“Apapun yang kau temukan katakan padaku.” Kataku penasaran.
“Hmm, harusnya itu semacam rule yang menjadi patokan dalam game ini.”
“Rule! Hukum kematian. Maksudku peraturan dalam hukum kematian. Itu tersambung.” Kataku dengan semangat.
“Pesan keempat harus kita pecahkan perkalimat sepertinya.”
“Aku berpikir sesuatu. Ketika SD kita berbaris mulai dari yang memiliki tinggi badan yang pendek hingga yang tinggi. Lalu kata selanjutnya menerangkan kejadian yang akan terjadi, ketika kita pingsan kita akan dibawa ke ruang kesehatan bukan?”
“Hmm, aku masih belum begitu faham.”
“Lalu yang terakhir enam plajurit itu pion dalam permainan catur yang semuanya ada enam belas buah orang. Dan yang berhubungan dengan ‘L’ itu hanya kuda.
“Jadi apa maksudnya?” tanya Khansa.
“Pesan terakhir bermakna yang terpendek akan dibawa oleh kuda.”
“Aku mengerti. Jika benar berarti ini solusinya. Aku selalu membaca note kamu ketika dikelas, kau kesepian bukan? Jadi aku memutuskan untuk bersama kau memecahkan ini.” Kata Khansa panjang lebar.
“Jadi apa yang dimaksud?” tanyaku gantian penasaran.
“Dilihat dari seluruh pesan, pesan itu bermakna dangkal tetapi sangat sulit diungkapkan. Jawabannya adalah Peraturan dalam Hukum Tetap dengan kata lain kematian yang dimulai dari ketika seorang anak kecil jatuh dari tempat tinggi. Dan juga sejak kau mengatakan kematian aku membayangkan benyak hal, tetapi tidak ada yang mencapai tujuh huruf kecuali Dismiss. Aku juga tidak tahu mengapa harus tujuh huruf inilah hipotesaku.” Kata Khansa menjelaskan. Aku menyadari sesuatu.
“Khansa terimakasih ya! Kau telah membantuku.” Kataku sambil pergi meninggalkan Khansa.
“Eh, tunggu apa yang kau sadari? Katakan padaku.” Kata Khansa sambil berusaha mengejarku, tetapi aku berlari terlalu cepat hingga tidak dapat dikejarnya.
Mudah saja, ini berawal dari ketika aku jatuh dari tangga, tetapi jika aku tak pernah jatuh dari tangga ini tidak akan terjadi, lalu aku meyakini jika ini memiliki kekuatan dan akhirnya benar benar terwujud. Kemudian aku menulis sesuka hatiku hingga semua orang menjauhiku, beruntung ada Khansa yang masih setia bersamaku. Dan solusi dari semua itu hanya tinggal membuang apa yang harus dibuang sesuai hukum yang berlaku.
Tanggal 25 Juli tanggal kesukaanku, aku sudah menemukan caranya dan aku benar benar akan menghentikannya. Aku hanya harus menulis disini, di note pemberian temanku. ‘Biarlah yang harus terjadi itu terjadi.’
Aku tak merasa menyesal menulis itu. Aku berharap esok hari adalah hari yang menyenangkan.
Tanggal 26 Juli aku bangun seperti biasa dan berkegiatan seperti biasa. Semuanya sudah kembali normal, aku sangat senang. Hakam kembali bermain bersamaku, Khansa dan aku saling menyukai, dan Niko tak pernah mengalami kejadian aneh lagi. Sedangkan Note pemberian Hamka hilang entah kemana. Yang penting aku senang bisa bermain bersama teman temanku lagi.