Sabtu, 09 Februari 2013

Cerita Horror8


School Ghost part8
Karya  : Muhammad Al-faruq Habiburrahman
“Azka benar, saat ini tidak ada yang perlu kita takutkan. Karena kita tidaklah sendirian.” Kata Faruq juga.
“Bagaimana pun setelah kejadian tadi, kita tidak mungkin melanjutkan acara ini.” Kata Fita menyusul.
“Baiklah semuanya, cari celah atau pun ruang yang dapat kita pergunakan untuk keluar dari ruangan ini!” seru Zaki mengomandoi teman-temannya.
Agan, Cici, Hendra, dan Mona mencoba untuk membuka lubang fentilasi udara. Rofiq, Jundi, Zidny, dan Najmi mencoba membuka pintu yang tertutup tadi. Abdu, Bagas, Bayu, dan Rahma mencoba mencari lubang pipa yang dapat dilalui orang untuk keluar dari ruangan tersebut. Semua murid kelas VII terjebak di dalam aula cadangan milik sekolah.
“Hmm kak, apakah semua ini perbuatan gadis yang rambutnya dikuncir dua itu?” Tanya Azka pada Faruq.
Namanya Anida, aku juga tidak tahu mengenaiini. Anida sepertinya murid yang baik dan ia tidak mungkin melalkukan perbuatan seperti ini.” Jawab Faruq.
“Mungkin saja ia melampiaskan kekesalannya pada murid di sekolah ini.” Kata Azka.
“Mana mungkin Anida melakukan hal semacam itu.” Kata Faruq.
“Bisa saja jika ia mau.” Bantah Azka.
“Tapi kenapa?” Tanya Faruq sambil menatap langit-langit aula cadangan sekolah itu.
“Entahlah, aku juga tidak tahu.” Kata Azka sambil mengikuti tingkah Faruq.
“Baiklah, ayo kita lanjutkan mencari jalan keluar dari sini!” kata Faruq pada Azka.
“Hmm!” seru Azka meng-iyakan. Mereka berduapun mencari jalan agar dapat keluar darii aula tersebut. Di lain t4empat, Rofiq yang mencoba membuka pintu mulai merasa lelah dan akhirnya duduk-duduk untuk istirahat.
“Sial… kenapa pintu ini susah sekali dibukanya?” Tanya Rofiq pada dirinya sendiri sambil menjatuhkan tubuhnya sendiri ke lantai.
“Mungkin ada sesuatu yang mengganjal pintu ini diluar sana.” Kata jundi sambil ikut-ikutan duduk bersama Rofiq.
“Mungkin juga karena kalian sudah menyerah, kita baru saja mulai loh…” kata Najmi.
“Masa bodo dengan pintu itu, adakah jalan keluar lain?” kata Rofiq lagi.
“Orang yang terus menerus lari dari masalah tidak akan pernah berkembang. Ingat, kerang mutiara menghasilkan mutiara setelah menghadapi rasa sakit yang luar biasa.” Kata Zidny kepada Rofiq.
“Orang yang hanya pandai bicara tidak akan pernah bisa menyelesaikan masalah.” Balas Rofiq.
“Bukannya itu kau sendiri?” Tanya Zidny kepada Rofiq.
“Tentu saja bukan!” kata Rofiq sambil bangun kembali dan langsung mendobrak pintu.
Di lain tempat Zaki sedang berkeliling mencari apapun yang dapat membuat mereka keluar dari aula tersebut. Tapi ia malah menemukan Biras yang sedang asyik membaca bukunya, sedangkan yang lainnya sedang mencoba keluar dari aula tersebut. Zaki pun menghampirinya.
“Apa yang sedang kau lakukan?” Tanya Zaki pada Biras yang sedang asyik dengan bukunya.
“Kau tidak lihat? Aku sedang membaca buku!” jawab Biras ketus.
“Bukan begitu maksudku, tapi apa kau mau membaca sendirian di sini sedangkan yang lain telah keluar?” kata Zaki lagi.
“Aku hanya mencoba mengisi waktuku sampai yang lain menemukan cara untuk keluar dari sini. Apakah itu salah?” kata Biras malah balik bertanya. Biras memang paling tidak suka jika ada yang mengganggunya ketika ia sedang asyik membaca. Ia memang seorang yang tidak pernah bisa lepas dari buku, alias kutu buku.
“Bukannya tidak benar, tapi itu sama saja seperti kau disuruh piket kelas oleh pak guru, tetapi teman-temanmu yang lain enggan untuk piket. Jadinya, kau piket sendirian. Memangnya kau mau diperlakukan seperti itu?” Tanya Zaki sdkit menjelaskan tentang perbuatan Biras.
“Berisik! Kata orang buku adalah jendela dunia, apakah salah jika membaca buku?” balas Biras masih dengan nada ketus.
“Memang buku adalah jendela dunia, tapi waktu dan tempatnya salah…” Kata Zaki terputus.
“Eh, jendela? Kenapa aku tidak berpikir sejak tadi? Ternyata benar, aku memang orang yang bodoh!” kata Zaki dalam hatinya.
“Terimakasih telah mengingatkanku,  Biras.” Kata Zaki sambil beranjak dari Biras. Biras tidak menghiraukan perkataan Zaki dan melanjutkan bacaannya.
“Faruq! Faruq! Dimana kau?” kata Zaki mencari Faruq untuk menjelaskan idenya.
“Aku disini, ada apa?” Jawab Faruq yang masih bersama Azka.
“Faruq, kita bisa menggunakan jendela untuk kelaur dari sini!” seru Zaki.
“Jendela ya? Hmm, ada satu masalah, jeendela di aula ini sangat tinggi letaknya dan hanya ada satu buah jendela yang tidak terlalu besar ukurannya.” Kata Faruq sambil menunjuk sebuah jendela yang letaknya lumayan tinggi.
“Apa gunanya kita semua ada di sini?” kata Azka tiba-tiba.
“Eh, maksud kamu?” Kata Zaki agak kaget.
“Begini, kita mengalah pada yang agar kita semua dapat keluar.” Kata Faruq menjelaskan pada Zaki.
“Apa maksudmu mengalah?” Tanya Zaki yang semakin penasaran.
“Kita saling menggendong agar yang lain dapat keluar.” Kata Faruq menjelaskan lagi.
“Singkat kata, kita akan membuat tangga.” Lanjut Azka.
“Dengan kata lain, kita harus mengalah.” Kata Faruq.
“Benar begitu maksudku.” Kata Azka sambil tersenyum.
“Lalu siapa yang akan berkorban?” Tanya Zaki lagi-lagi, lalu diikuti gerkan jari Faruq yang menunjuk Azka, Zaki lalu kemudian dirinya sendiri.
“Tinggal mencari dua orang lagi.” Kata Azka.
“Eh, aku?” Tanya Zaki sambil menunjuk hidungnya sendiri.
“Kau ketua kelas bukan? Kalau kau ketua, berarti siap berkorban untuk yang lain. Bukan siap mengorbankan yang lain.”  Kata Faruq kepada Zaki.
“Benar juga sih. Kita beritahukan pada semuanya, siapa yang mau jadi sukarelawan.” Kata Zaki.
“Tidak, jangan beritahu yang lain dulu. Kita beritahukan Fita dan Nia terlebih dahulu.” Kata Faruq.
“Kenapa mereka?” Tanya Zaki.
“Karena merekalah yang pernah bertemu dan berbicara langsung dengan Anida. Mungkin jika kita tetap di sini kita akan bertemu dengannya.” Jawab Faruq.

Bersambung minggu depan...


Tidak ada komentar:

Posting Komentar