School Ghost part8
Karya : Muhammad Al-faruq Habiburrahman
“Azka benar,
saat ini tidak ada yang perlu kita takutkan. Karena kita tidaklah sendirian.”
Kata Faruq juga.
“Bagaimana pun
setelah kejadian tadi, kita tidak mungkin melanjutkan acara ini.” Kata Fita
menyusul.
“Baiklah
semuanya, cari celah atau pun ruang yang dapat kita pergunakan untuk keluar
dari ruangan ini!” seru Zaki mengomandoi teman-temannya.
Agan, Cici,
Hendra, dan Mona mencoba untuk membuka lubang fentilasi udara. Rofiq, Jundi,
Zidny, dan Najmi mencoba membuka pintu yang tertutup tadi. Abdu , Bagas, Bayu, dan Rahma mencoba mencari lubang
pipa yang dapat dilalui orang untuk keluar dari ruangan tersebut. Semua murid
kelas VII terjebak di dalam aula cadangan milik sekolah.
“Hmm kak,
apakah semua ini perbuatan gadis yang rambutnya dikuncir dua itu?” Tanya Azka
pada Faruq.
“Namanya Anida ,
aku juga tidak tahu mengenaiini. Anida sepertinya murid yang baik dan ia tidak
mungkin melalkukan perbuatan seperti ini.” Jawab Faruq .
“Mungkin saja
ia melampiaskan kekesalannya pada murid di sekolah ini.” Kata Azka .
“Mana mungkin
Anida melakukan hal semacam itu.” Kata Faruq .
“Bisa saja
jika ia mau.” Bantah
Azka .
“Tapi kenapa?”
Tanya Faruq sambil menatap langit-langit aula cadangan sekolah itu.
“Entahlah, aku
juga tidak tahu.” Kata Azka sambil mengikuti tingkah Faruq.
“Baiklah, ayo
kita lanjutkan mencari jalan keluar dari sini!” kata Faruq pada Azka.
“Hmm!” seru
Azka meng-iyakan. Mereka berduapun mencari jalan agar dapat keluar darii aula
tersebut. Di lain t4empat, Rofiq yang
mencoba membuka pintu mulai merasa lelah dan akhirnya duduk-duduk untuk
istirahat.
“Sial… kenapa
pintu ini susah sekali dibukanya?” Tanya Rofiq pada dirinya sendiri sambil
menjatuhkan tubuhnya sendiri ke lantai.
“Mungkin ada
sesuatu yang mengganjal pintu ini diluar sana.” Kata jundi sambil ikut-ikutan
duduk bersama Rofiq.
“Mungkin juga
karena kalian sudah menyerah, kita baru saja mulai loh…” kata Najmi.
“Masa bodo
dengan pintu itu, adakah jalan keluar lain?” kata Rofiq lagi.
“Orang yang
terus menerus lari dari masalah tidak akan pernah berkembang. Ingat, kerang mutiara
menghasilkan mutiara setelah menghadapi rasa sakit yang luar biasa.” Kata Zidny
kepada Rofiq.
“Orang yang
hanya pandai bicara tidak akan pernah bisa menyelesaikan masalah.” Balas Rofiq.
“Bukannya itu
kau sendiri?” Tanya Zidny kepada Rofiq.
“Tentu saja
bukan!” kata Rofiq sambil bangun kembali dan langsung mendobrak pintu.
“Apa yang
sedang kau lakukan?” Tanya Zaki pada Biras yang sedang asyik dengan bukunya.
“Kau tidak
lihat? Aku sedang membaca buku!” jawab Biras ketus.
“Bukan begitu
maksudku, tapi apa kau mau membaca sendirian di sini sedangkan yang lain telah
keluar?” kata Zaki lagi.
“Aku hanya
mencoba mengisi waktuku sampai yang lain menemukan cara untuk keluar dari sini.
Apakah itu salah?” kata Biras malah balik bertanya. Biras memang paling tidak
suka jika ada yang mengganggunya ketika ia sedang asyik membaca. Ia memang
seorang yang tidak pernah bisa lepas dari buku, alias kutu buku.
“Bukannya tidak
benar, tapi itu sama saja seperti kau disuruh piket kelas oleh pak guru, tetapi
teman-temanmu yang lain enggan untuk piket. Jadinya, kau piket sendirian.
Memangnya kau mau diperlakukan seperti itu?” Tanya Zaki sdkit menjelaskan
tentang perbuatan Biras.
“Berisik! Kata
orang buku adalah jendela dunia, apakah salah jika membaca buku?” balas Biras
masih dengan nada ketus.
“Memang buku
adalah jendela dunia, tapi waktu dan tempatnya salah…” Kata Zaki terputus.
“Eh, jendela?
Kenapa aku tidak berpikir sejak tadi? Ternyata benar, aku memang orang yang
bodoh!” kata Zaki dalam hatinya.
“Terimakasih
telah mengingatkanku, Biras.” Kata Zaki
sambil beranjak dari Biras. Biras tidak menghiraukan perkataan Zaki dan
melanjutkan bacaannya.
“Faruq! Faruq!
Dimana kau?” kata Zaki mencari Faruq untuk menjelaskan idenya.
“Aku disini,
ada apa?” Jawab Faruq yang masih bersama Azka.
“Faruq, kita
bisa menggunakan jendela untuk kelaur dari sini!” seru Zaki.
“Jendela ya?
Hmm, ada satu masalah, jeendela di aula ini sangat tinggi letaknya dan hanya
ada satu buah jendela yang tidak terlalu besar ukurannya.” Kata Faruq sambil
menunjuk sebuah jendela yang letaknya lumayan tinggi.
“Apa gunanya
kita semua ada di sini?” kata Azka tiba-tiba.
“Eh, maksud
kamu?” Kata Zaki agak kaget.
“Begini, kita
mengalah pada yang agar kita semua dapat keluar.” Kata Faruq menjelaskan pada
Zaki.
“Apa maksudmu
mengalah?” Tanya Zaki yang semakin penasaran.
“Kita saling
menggendong agar yang lain dapat keluar.” Kata Faruq menjelaskan lagi.
“Singkat kata,
kita akan membuat tangga.” Lanjut
Azka .
“Dengan kata
lain, kita harus mengalah.” Kata
Faruq .
“Benar begitu maksudku.”
Kata Azka sambil tersenyum.
“Lalu siapa
yang akan berkorban?” Tanya Zaki lagi-lagi, lalu diikuti gerkan jari Faruq yang
menunjuk Azka, Zaki lalu kemudian dirinya sendiri.
“Tinggal
mencari dua orang lagi.” Kata
Azka .
“Eh, aku?”
Tanya Zaki sambil menunjuk hidungnya sendiri.
“Kau ketua
kelas bukan? Kalau kau ketua, berarti siap berkorban untuk yang lain. Bukan
siap mengorbankan yang lain.” Kata Faruq
kepada Zaki.
“Benar juga
sih. Kita beritahukan pada semuanya, siapa yang mau jadi sukarelawan.” Kata Zaki .
“Tidak, jangan
beritahu yang lain dulu. Kita beritahukan Fita dan Nia terlebih dahulu.” Kata Faruq .
“Kenapa
mereka?” Tanya
Zaki .
“Karena
merekalah yang pernah bertemu dan berbicara langsung dengan Anida. Mungkin jika
kita tetap di sini kita akan bertemu dengannya.” Jawab Faruq .
Tidak ada komentar:
Posting Komentar